Langsung ke konten utama

Ridwan Jasin Zachrie: Segala Sesuatu Mesti Good Governance

KALAU ingin sukses dalam berkarir dan dalam kehidupan, bersikaplah dinamis, Jangan pasif dan statis. Jangan pernah berhenti berkarya dan belajar serta jangan ragu untuk berbuat hal positif.

Prinsip hidup itulah yang mungkin membawa Ridwan Jasin Zachrie sukses menduduki berbagai jabatan puncak di beberapa perusahaan yang berbeda sektor bisnisnya. Sejumlah sektor bisnis pernah digeluti oleh pria pelontos ini, bahkan sempat menjadi diplomat.

Pria kelahiran Jakarta, 27 April 1969 ini juga merupakan salah satu pengibar bendera Recapital. Ridwan sempat menduduki jabatan penting di Recapital Group, perusahaan investasi yang dimiliki pengusaha muda Sandiaga Salahuddin Uno dan Rosan P Roslani. Ridwan pernah menjadi komisaris di PT Asuransi Jiwa Recapital (2007-2011), hingga menjadi managing director di PT Recapital Advisors - Recapital Group (2006-2011). Sejak 2008, dia pun dipercaya menjadi salah satu komisaris di PT Recapital Securities.

Ridwan juga sempat dipercaya menjadi chief executive officer (CEO) di Tanri Abeng & Son (Tason) Holdings, perusahaan milik mantan Menneg Pendayagunaan BUMN, Tanri Abeng, yang bergerak di sektor perkebunan, energi, distribusi, dan investasi sebelum akhirnya menggeluti bisnis pertambangan saat menduduki jabatan Chief Executive Officer PT Killara Resources pada 2012.

Hanya setahun, kini, pria kelahiran tahun 1969 ini terjun di industri kreatif saat dipercaya oleh pemilik PT Magna Astro Prontonusa Persada sebagai chief executive officer (CEO) di perusahaan yang bisnis utamanya di bidang hiburan (entertainment) dan papan reklame (billboard) tersebut. Prontonusa menguasai sekitar 30 persen pangsa pasar papan reklame di wilayah Jakarta.

"Meski industrinya berbeda, tapi manajemen tetap sama, yakni harus prudent, penuh inovasi dan pemilik perusahaan sangat antusias ingin menerapkan tata kelola perusahaan yang baik," kata Ridwan.

Bagi Ridwan, bidang bisnis yang digeluti saat ini semacam retreat dari sebuah suasana korporasi besar lalu masuk ke sektor yang membutuhkan pendekatan-pendekatan yang sifatnya berbeda dengan pendekatan korporasi besar. "Hal ini memberi warna tersendiri dalam hidup saya," ucapnya.

Kalau menengok ke belakang, perjalanan hidup dan karinya bisa dikatakan mulus. Dimulai pada 1991 saat lulus dengan nilai yang membanggakan (distinction) dan juga lulus tercepat dari Fakultas Hukum Universitas Trisakti. Selang beberapa tahun kemudian, Ridwan Zachrie berhasil meraih gelar master di bidang ekonomi dari London School of Economics dan gelar master di bidang hukum dari Indonesian Institute of Business Law, juga dengan nilai yang membanggakan. Ridwan kemudian melanjutkan pendidikannya hingga tingkat doktoral bidang politik internasional di Victoria University of Wellington.

Pria kelahiran Jakarta, 27 April 1969 ini lantas memulai karier profesionalnya sebagai staf dan kemudian menjadi assistant manager di Citibank NA. Dia juga pernah menjabat sebagai assistant vice president di Hongkong and Shanghai Bank Corp (HSBC) dan vice president di PT Bank Mandiri Tbk.

Uniknya, Ridwan sempat menjadi diplomat di Selandia Baru dan Inggris yang bertanggung jawab menangani isu-isu perekonomian dan perdagangan. Pada masa jabatannya di kementerian luar negeri tersebut, Ridwan sempat dianugerahi penghargaan sebagai salah satu diplomat terbaik dari Indonesian School of Diplomacy.

Ridwan Zachrie juga giat mensosialisasikan kebijakan dan praktik tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) di Indonesia sampai membawanya menjadi pemenang United Kingdom (UK) Alumni Award 2008, sebuah program yang diprakarsai British Council Indonesia.

Soal jadi diplomat ini, ayahnya memang mantan diplomat, yakni Den Zachrie. Sedangkan ibunya, Rubyanti Jasin, adalah putri pertama Jenderal Polisi (Purn) Mochammad Jasin dan Siti Aliyah Kessing. Mochammad Jasin merupakan ‘proklamator' berdirinya Kepolisian Indonesia pada 1945 dan ‘Bapak Brigade Mobil (Brimob) Indonesia'.

Merubah kultur perusahaan
Berpindah-pindah perusahaan, bahkan memimpinnya, tentu bukan pekerjaan mudah. Dikatakan Ridwan, hambatan pertama dan terbesar adalah mengubah kultur. Persoalannya adalah bagaimana memacu orang-orang agar bisa mengikuti sistem yang baru. "Itu belum tentu semuanya bisa. Saya membentuk tim baru. Tapi perubahan yang saya buat, kalau bisa, tanpa menimbulkan gejolak yang besar. Kalau melakukan revolusi tapi timbul gejolak besar, hasilnya juga belum tentu baik, "katanya.

Karena itu, Ridwan menyusun strategi membangun ownership dari level tertinggi hingga paling bawah. Melalui cara tersebut, karyawan merasa memiliki terhadap perubahan yang terjadi. "Ini membutuhkan waktu. Soal kultur, sering perusahaan yang tumbuh dari bawah, karena akarnya dari keluarga, ketika datang orang lain pasti akan ada gesekan. Itu hal yang lumrah, "ucapnya.

Soal model kepemimpinan, Ridwan menegaskan menghindari gaya otoriter. Ridwan menegaskan model kepemimpinannya yang demokratis, tetapi tetap memiliki kekuatan dan ketegasan.

Ridwan pun punya nilai-nilai yang selalu dibawa kemanapun ia bekerja. Nilai-nilai itu adalah dalam berkarya selalu harus berinovasi, segala sesuatu mesti good governance, di mana pada akhirnya menciptakan sesuatu untuk kepentingan bangsa.

Berbicara soal keluarga, baginya, keluarga adalah fondasi utama dimana seseorang punya ketenangan bekerja kalau keluarga tenang. Ridwan pernah mengalami goncangan saat salah seorang anaknya meninggal akibat kecelakaan. "Di situ saya lihat, betapa pentingnya nilai keluarga. Kehilangan itu harganya sangat tinggi. Meskipun percaya takdir, tapi yang namanya orang kehilangan anak, sampai saat inipun saya masih merasakan, "katanya.

Ridwan juga ternyata memiliki kesibukan lain selain memimpin perusahaan, yakni menjadi dosen di berbagai lembaga pendidikan, aktif menulis artikel di berbagai media dan juga menulis buku. Sudah dua buku yang ditulisnya, yaitu "Meluruskan Sejarah Kepolisian Indonesia" dan "Korupsi Mengkorupsi Indonesia". Ke duanya diterbitkan Gramedia Pustaka Utama). Yanuar Jatnika/Berbagai sumber/Dimuat di Harian Jurnal Nasional edisi Kamis, 17 April 2014

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shinta W Dhanuwardoyo: Sang Srikandi Dunia Maya

Ketika Shinta Witoyo Dhanuwardoyo memutuskan menjadi pengusaha di ranah industri digital 18 tahun lalu, Indonesia terbilang masih awam dengan internet. Namun, naluri membimbingnya dengan jitu. Setelah jatuh bangun belasan tahun, Shinta kini berupaya mengerek Indonesia sebagai pemain dalam peta global industri digital. Tahun 2009 lalu, Shinta masuk dalam 99 Most Powerful Women 2009 versi Majalah Globe Asia Selepas tengah hari di kantor Bubu.com di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Shinta muncul di ruang tamu dengan perbawanya yang anggun. Rangkapan atasan longgar yang dikenakannya berayun mengikuti gerak tubuhnya. Sinar wajah Shinta yang sedikit melankolik tertangkap di awal pertemuan. Namun, rona melankolik itu sontak berubah jauh lebih bersemangat ketika dirinya mulai menerangkan soal industri digital. Cara bicaranya teratur, dengan tempo sedang, dan sarat kepercayaan diri. Selepas lulus sebagai sarjana arsitektur, Shinta mengajukan diri kepada ayahnya, Edi Witoyo

Hirotada Ototake: Tak Perlu Lahir Normal untuk Bahagia

Awal April 2016 lalu, sebuah harian di Jepang memberitakan, Hirotada Ototake siap mengikuti pemilihan anggota parlemen Jepang dari Partai Demokrat-Liberal yang berkuasa saat ini di Jepang. Bila terpilih, Ototake menjadi penyandang disabilitas pertama yang jadi anggota parlemen Jepang.  Ototake memang penyandang disabilitas. Lelaki kelahiran Shinjuku, Tokyo, Jepang, pada  6 April 1976 itu, sejak lahir mengidap Tetra Amelia Syndrome, yakni kelainan bawaan yang langka yang membuat pengidapnya tak mempunyai lengan dan kaki. Walaupun begitu, secara kapabilitas, Ototake sangat pantas masuk jadi anggota parlemen. Dalam 15 tahun terakhir ini, Ototake sukses mengukir  prestasi sebagai penyiar televisi, wartawan olahraga, penulis buku, dan motivator. Tahun 1998 lalu, ia menulis buku autobigrafi yang menceritakan tentang bagaimana perjalanan hidupnya yang tanpa lengan dan kaki mampu menjalani kehidupan normal, menjalani pendidikan di sekolah-sekolah favorit dan lantas meniti k