Langsung ke konten utama

Shinta W Dhanuwardoyo: Sang Srikandi Dunia Maya

Ketika Shinta Witoyo Dhanuwardoyo memutuskan menjadi pengusaha di ranah industri digital 18 tahun lalu, Indonesia terbilang masih awam dengan internet. Namun, naluri membimbingnya dengan jitu. Setelah jatuh bangun belasan tahun, Shinta kini berupaya mengerek Indonesia sebagai pemain dalam peta global industri digital. Tahun 2009 lalu, Shinta masuk dalam 99 Most Powerful Women 2009 versi Majalah Globe Asia
Selepas tengah hari di kantor Bubu.com di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Shinta muncul di ruang tamu dengan perbawanya yang anggun. Rangkapan atasan longgar yang dikenakannya berayun mengikuti gerak tubuhnya.

Sinar wajah Shinta yang sedikit melankolik tertangkap di awal pertemuan. Namun, rona melankolik itu sontak berubah jauh lebih bersemangat ketika dirinya mulai menerangkan soal industri digital. Cara bicaranya teratur, dengan tempo sedang, dan sarat kepercayaan diri.
Selepas lulus sebagai sarjana arsitektur, Shinta mengajukan diri kepada ayahnya, Edi Witoyo Kaswadi, untuk melanjutkan studinya, tetapi mengambil jurusan bisnis. Sang ayah sempat keberatan karena sebenarnya menginginkan anak sulungnya itu menjadi seorang arsitek. Akhirnya, Shinta diizinkan mengambil studi bisnis, tetapi harus membiayai sendiri sekolahnya.
Dengan usahanya sendiri, Shinta mendapat semacam beasiswa, tetapi harus bekerja 10 jam per minggu sebagai supervisor di computer lab di Portland State University sejak tahun 1993. Shinta mendapat bantuan biaya kuliah sekaligus gaji. Di computer lab itulah persinggungan awalnya dengan dunia digital.
”Saya sehari-hari dengan orang- orang IT (information technology) yang jago-jago. Saya belajar banyak. Mulai dari cara membersihkan virus juga belajar membuat website,” kenang Shinta.
Itulah yang membuka pikirannya. Shinta ketika itu meyakini, internet berikut dunia digital adalah media baru yang akan sangat berpengaruh di dunia. ”Televisi ditonton banyak orang tapi tidak seluruh orang di dunia. Jangkauan internet bisa jauh lebih luas, this is going to be big,” ujar Shinta.
Sekembalinya ke Indonesia, tahun 1996 Shinta mendirikan Bubu.com. Setelah menembus waktu 18 tahun, kini Bubu.com terus bertumbuh. Perusahaan ini tergolong pionir sebagai digital/interactive agency di Indonesia yang memfokuskan peran, di antaranya dalam mendesain web, intranet solution, e-commerce, multimedia, dan internet marketing. Sederet penghargaan dan pengakuan di arena global sempat diraih Shinta, yang membuat curriculum vitae kolektor batik ini terus membengkak.

Investor ”malaikat”
Kini, Shinta tak hanya mengembangkan bisnisnya. Dia juga berambisi mengerek Indonesia dalam peta global industri digital. Shinta tak ingin Indonesia hanya dijadikan pasar saja. ”Indonesia disebut sebagai pengguna Facebook terbesar kedua di dunia. So what? Saya ingin kita tidak dijadikan market saja, tapi juga player (pemain),” ujar Shinta bersemangat.
Demi ambisinya itu, Shinta kini berkontribusi sebagai angel investor bagi perusahaan-perusahaan digital pemula atau diistilahkan sebagai startup company. Dalam dunia keuangan, angel investor merupakan istilah yang disematkan kepada seorang investor yang bersedia memberikan dana kepada suatu perusahaan pemula sebagai modal awal dengan imbalan saham perusahaan tersebut.
Dalam industri digital, peran angel investor cukup krusial mengingat jenis bisnis yang dijalankan intangible dan sistem permodalan perbankan di Indonesia belum mendukung. Kepada perusahaan-perusahaan pemula yang ditanganinya, Shinta membantu membukakan jejaring internasional serta membimbing menjadi perusahaan yang lebih mapan. Catfiz, Dread Out, dan Karamel adalah sebagian dari perusahaan pemula Indonesia yang kini dibimbingnya.
Nama Shinta memang telah dikenali di jejaring industri digital dunia. Shinta sudah membangun jejaring yang baik dengan Sillicon Valley di San Fransisco, Amerika Serikat. Ketika Bubu.com menggelar pameran dan konferensi digital IDByte dan Bubu Awards tahun 2013, Dan Neary, Vice President Asia Pasific of Facebook, hadir sebagai salah satu pembicara. Semula yang diundang adalah Sheryl Sandberg, COO Facebook. Namun, karena berhalangan hadir, Sheryl membuat video khusus untuk IDByte dan Bubu Awards. Shinta kian optimistis Indonesia bisa menjadi pemain di peta global.
”Indonesia punya banyak sekali talent (orang-orang berbakat di industri digital), tapi sejauh ini masih sebatas sebagai buruh digital saja di peta global industri ini. Saya harap tidak sampai lima tahun lagi, kita bisa menyusul,” kata Shinta.
Menurut Shinta, hal-hal mendasar yang dibutuhkan untuk membangun ekosistem yang baik bagi industri digital di Indonesia adalah infrastruktur digital yang baik, kebijakan pemerintah yang kondusif, pengembangan sumber daya manusia di level mentor, dan pengelolaan bakat-bakat secara berkesinambungan.
Shinta tahu bagaimana caranya meyakinkan pengguna internet Indonesia akan kemudahan yang ditawarkan online shop sekaligus membangun kepercayaan di dalamnya berkat pengalamannya di plasa.com .

"Sebenarnya pasar e-commerce di Indonesia sangat bagus, karena memang sudah mulai ada budaya membeli lewat online. Terbukti sudah cukup banyak pemain asing yang masuk dan melihat potensi pasar yang ada, meski ukuran pasar belum besar, tapi pertumbuhannya sangat tinggi," katanya.

Namun, dia mengakui masih perlu edukasi lebih lama untuk membiasakan masyarakat membeli online dan bayar lewat internet atau mobile banking, karena memang banyak manfaat yang terkandung di dalamnya, terutama hemat waktu dan biaya transportasi.
Shinta juga aktif di berbagai organisasi seperti Asosiasi Peranti Lunak Indonesia (Aspiluki), dan Wakil Ketua Kadin Bidang IT, Media, Konten dan Aplikasi.

Namun, dibalik kemampuan bidang TI nya yang mumpuni, penggagas Pesta Blogger Indonesia ini memiliki jiwa seni yang tinggi, terutama seputar desain interior dan batik. Kolektor batik dari berbagai daerah di Indonesia ini juga memiliki blog batik.com.




Nama                          : Shinta Witoyo Dhanuwardoyo
Tanggal lahir             : 18 Januari 1970
Suami                                     : Djatmiko
Anak                           : Vrisqha dan Valisha
Pendidikan                 :
·      Bachelor of Interior Architecture dari University of Oregon, Eugene, Oregon, USA.
·      Master’s of Business Administration di bidang Bisnis Internasional dari Portland State University, Oregon, USA.
·      Online Studies, Corporate Leadership and Innovation dari University of South Australia.
Hobi                            : Melukis, blogging, membaca, menari, mengoleksi batik dan kebaya antik, mengoleksi perhiasan vintage


Karir
·      CEO dari digital agency Bubu internet [Bubu.com] Juli 1996-sekarang.
·       CEO dari PT Mailkita Perdana [Mailkita.com] May 2000-2003
·      Komisaris dari portal berita PT Koridor.com Maret 2000 – Februari    2001
·      Komisaris dari portal gaya hidup PT nasgor.com Juni 2000 – Februari 2001
·      Komisaris dan konsultan manajemen dari portal musik musickita.com November 2000-2003
·      Konsultan partner dari perusahaan disain interior Ridial Badri dan rekan, Juni 1997 – 2002

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ridwan Jasin Zachrie: Segala Sesuatu Mesti Good Governance

KALAU ingin sukses dalam berkarir dan dalam kehidupan, bersikaplah dinamis, Jangan pasif dan statis. Jangan pernah berhenti berkarya dan belajar serta jangan ragu untuk berbuat hal positif. Prinsip hidup itulah yang mungkin membawa Ridwan Jasin Zachrie sukses menduduki berbagai jabatan puncak di beberapa perusahaan yang berbeda sektor bisnisnya. Sejumlah sektor bisnis pernah digeluti oleh pria pelontos ini, bahkan sempat menjadi diplomat. Pria kelahiran Jakarta, 27 April 1969 ini juga merupakan salah satu pengibar bendera Recapital. Ridwan sempat menduduki jabatan penting di Recapital Group, perusahaan investasi yang dimiliki pengusaha muda Sandiaga Salahuddin Uno dan Rosan P Roslani. Ridwan pernah menjadi komisaris di PT Asuransi Jiwa Recapital (2007-2011), hingga menjadi managing director di PT Recapital Advisors - Recapital Group (2006-2011). Sejak 2008, dia pun dipercaya menjadi salah satu komisaris di PT Recapital Securities. Ridwan juga sempat dipercaya menj

Hirotada Ototake: Tak Perlu Lahir Normal untuk Bahagia

Awal April 2016 lalu, sebuah harian di Jepang memberitakan, Hirotada Ototake siap mengikuti pemilihan anggota parlemen Jepang dari Partai Demokrat-Liberal yang berkuasa saat ini di Jepang. Bila terpilih, Ototake menjadi penyandang disabilitas pertama yang jadi anggota parlemen Jepang.  Ototake memang penyandang disabilitas. Lelaki kelahiran Shinjuku, Tokyo, Jepang, pada  6 April 1976 itu, sejak lahir mengidap Tetra Amelia Syndrome, yakni kelainan bawaan yang langka yang membuat pengidapnya tak mempunyai lengan dan kaki. Walaupun begitu, secara kapabilitas, Ototake sangat pantas masuk jadi anggota parlemen. Dalam 15 tahun terakhir ini, Ototake sukses mengukir  prestasi sebagai penyiar televisi, wartawan olahraga, penulis buku, dan motivator. Tahun 1998 lalu, ia menulis buku autobigrafi yang menceritakan tentang bagaimana perjalanan hidupnya yang tanpa lengan dan kaki mampu menjalani kehidupan normal, menjalani pendidikan di sekolah-sekolah favorit dan lantas meniti k