Langsung ke konten utama

BJ Habibie Genius Melalui Didikan Orang Tuanya


Siapa yang tak kenal Prof. Dr. H. Baharuddin Jusuf Habibie Dipl Eng., Presiden RI ke-3, dan sebelumnya pernah menjabat wakil presiden, Menteri Riset dan Teknologi serta berbagai jabatan strategis lainnya semasa pemerintahan Presiden Soeharto.

Namun, yang paling fenomenal adalah kejeniusannya dalam bidang teknologi penerbangan sehingga ia memperoleh gelar diplom ingenieur  sampai gelar  doktor ingenieur di Jerman. Salah satu penemuan yang sampai sekarang dipakai oleh semua pesawat di dunia adalah apa yang disebut  - "Crack Progression Theory" , sehingga Habibie dijuluki “Mr. Crack”.


Habibie memang dikenal jenius sejak kecil. Selain karena keenceran otaknya, juga karena hasil didikan dan stimulus  ayahnya, Alwi Abdul Djalil Habibie. Cara yang digunakan Alwi membuat Rudy..nama kecil BJ Habibie...selalu ingin tahu segala sesuatu dan selalu ingin memecahkan masalah yang ditemuinya, serumit apapun.

Dalam buku biografinya berjudul “Rudy: Kisah Masa Muda Sang Visioner” yang ditulis Oleh Gina S Noer dan diterbitkan tahun 2015, terungkap, bahwa saat berusia 2-3 tahun, Rudy adalah anak yang selalu ingin tahu segala sesuatu dan cerewet menanyakan segala sesuatu yang ditemui dan dilihat pada ayahnya.

Suatu contoh, saat berusia 3 tahun, Rudy menanyakan, apa yang dilakukan ayahnya dengan menggabungkan dua pohon yang berbeda atau tak sejenis. Ayahnya memang menjabat landbouwconsulent atau setara dengan Kepala Dinas Pertanian di Pare Pare, Sulawesi Selatan.

Menanggapi pertanyaan Rudy tersebut, ayahnya menjawabnya dengan serius tapi dengan cara yang sesederhana mungkin sehingga anak kecilpun tahu.

“Papi sedang melakukan eksperimen, jadi kita bisa menemukan jawaban dari percobaan. Nah, ini namanya setek. Batang yang di bawaa itu adalah mangga yang ada di tanah kita, tapi rasanya tidak seenak mangga dari Jawa. Jadi, batang Mangga dari Jawa, Papi gabungkan dengan batang yang di bawah ini”, kata ayahnya.

Rudy kembali bertanya, “Mengapa Papi gabungkan?” Jawaban ayahnya: “Agar kamu dan teman-teman bisa makan Mangga yang enak”.  Lantas Rudy bertanya lagi: “Kalau gagal bagaimana?”.  Jawaban ayahnya: “ Kita cari cara lain dan pohon Mangga lain agar bisa tumbuh di sini”.

Rudy pun puas atas jawaban ayahnya itu dan itulah yang selalu dilakukan ayahnya setiap kali Rudy bertanya segala sesuatu, dijawab dengan cara sesederhana mungkin agar bisa dipahami anak kecil. Dengan cara itulah, keingintahuan Rudy terus tumbuh dan terasah sampai dewasa. 


Diajarkan membaca
Namun, ayahnya tidak setiap saat selalu ada saat Rudy ingin bertanya sesuatu. Solusi yang dilakukan ayahnya yakni mengajarkan membaca agar Rudy bisa mencari jawabannya melalui buku-buku. Ayahnya pun membeli bermacam-macam buku untuk dibaca Rudy. Hasilnya, usia 4 tahun, Rudy sudah lancar membaca dan rajin melahap buku-buku yang disediakan ayahnya.

Pendek kata, sejak usia empat tahun, buku menjadi cinta pertama Rudy dan membaca menjadi bagian hidupnya. Rudy membaca buku apa saja, mulai ensiklopedia sampai buku cerita. Buku-buku karya Leonardo Da Vinci dan buku fiksi ilmiah  karya Jules Verne menjadi buku-buku favorit Rudy.

Rudy pun senang sekali membuka buku-buku dalam bahasa Belanda. Setiap menemukan kata-kata yang sulit dan tak dipahami, Rudy tak segan bertanya pada orang tuanya sehingga akhirnya orang tuanya membelikan kamus Indonesia-Belanda agar bisa belajar sendiri.

Apa yang dilakukan Alwi pada Rudy merupakan salah salah praktek bagaimana literasi sains diterapkan di keluarga. Melalui cara ayahnya tersebut, Rudy tumbuh menjadi manusia yang gemar mengamati lingkungan, mencari tahu proses terjadinya, masalah dan tantangan yang muncul dan menemukan solusinya, yang membawanya menjadi pakar ilmu penerbangan yang terkenal di dunia. Yanuar Jatnika


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shinta W Dhanuwardoyo: Sang Srikandi Dunia Maya

Ketika Shinta Witoyo Dhanuwardoyo memutuskan menjadi pengusaha di ranah industri digital 18 tahun lalu, Indonesia terbilang masih awam dengan internet. Namun, naluri membimbingnya dengan jitu. Setelah jatuh bangun belasan tahun, Shinta kini berupaya mengerek Indonesia sebagai pemain dalam peta global industri digital. Tahun 2009 lalu, Shinta masuk dalam 99 Most Powerful Women 2009 versi Majalah Globe Asia Selepas tengah hari di kantor Bubu.com di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Shinta muncul di ruang tamu dengan perbawanya yang anggun. Rangkapan atasan longgar yang dikenakannya berayun mengikuti gerak tubuhnya. Sinar wajah Shinta yang sedikit melankolik tertangkap di awal pertemuan. Namun, rona melankolik itu sontak berubah jauh lebih bersemangat ketika dirinya mulai menerangkan soal industri digital. Cara bicaranya teratur, dengan tempo sedang, dan sarat kepercayaan diri. Selepas lulus sebagai sarjana arsitektur, Shinta mengajukan diri kepada ayahnya, Edi Witoyo

Ridwan Jasin Zachrie: Segala Sesuatu Mesti Good Governance

KALAU ingin sukses dalam berkarir dan dalam kehidupan, bersikaplah dinamis, Jangan pasif dan statis. Jangan pernah berhenti berkarya dan belajar serta jangan ragu untuk berbuat hal positif. Prinsip hidup itulah yang mungkin membawa Ridwan Jasin Zachrie sukses menduduki berbagai jabatan puncak di beberapa perusahaan yang berbeda sektor bisnisnya. Sejumlah sektor bisnis pernah digeluti oleh pria pelontos ini, bahkan sempat menjadi diplomat. Pria kelahiran Jakarta, 27 April 1969 ini juga merupakan salah satu pengibar bendera Recapital. Ridwan sempat menduduki jabatan penting di Recapital Group, perusahaan investasi yang dimiliki pengusaha muda Sandiaga Salahuddin Uno dan Rosan P Roslani. Ridwan pernah menjadi komisaris di PT Asuransi Jiwa Recapital (2007-2011), hingga menjadi managing director di PT Recapital Advisors - Recapital Group (2006-2011). Sejak 2008, dia pun dipercaya menjadi salah satu komisaris di PT Recapital Securities. Ridwan juga sempat dipercaya menj

Hirotada Ototake: Tak Perlu Lahir Normal untuk Bahagia

Awal April 2016 lalu, sebuah harian di Jepang memberitakan, Hirotada Ototake siap mengikuti pemilihan anggota parlemen Jepang dari Partai Demokrat-Liberal yang berkuasa saat ini di Jepang. Bila terpilih, Ototake menjadi penyandang disabilitas pertama yang jadi anggota parlemen Jepang.  Ototake memang penyandang disabilitas. Lelaki kelahiran Shinjuku, Tokyo, Jepang, pada  6 April 1976 itu, sejak lahir mengidap Tetra Amelia Syndrome, yakni kelainan bawaan yang langka yang membuat pengidapnya tak mempunyai lengan dan kaki. Walaupun begitu, secara kapabilitas, Ototake sangat pantas masuk jadi anggota parlemen. Dalam 15 tahun terakhir ini, Ototake sukses mengukir  prestasi sebagai penyiar televisi, wartawan olahraga, penulis buku, dan motivator. Tahun 1998 lalu, ia menulis buku autobigrafi yang menceritakan tentang bagaimana perjalanan hidupnya yang tanpa lengan dan kaki mampu menjalani kehidupan normal, menjalani pendidikan di sekolah-sekolah favorit dan lantas meniti k