Langsung ke konten utama

Azim Premzi: Tak Bawa Atribut Agama

DITENGAH padatnya penduduk dengan tingkat kemiskinan yang tinggi, India menoreh sejarah lain, yakni mampu melahirkan pengusaha-pengusaha yang masuk kategori pengusaha terkaya sejagat, salah satunya adalah Azim Premzi.

Azim jadi pengusaha ternama di India dan dunia karena berhasil membangun kawasan silicon di kota Bangalore, India. Lewat perusahaannya, Wipro Ltd. Yang bergerak di sektor teknologi informasi, Azim merupakan pengusaha muslim terkaya se dunia. Tahun 2013 lalu, harian The Wallstreet Journal menyebutkan, kekayaan Azim mencapai US$17 miliar. Ia juga menjadi orang terkaya di India selama periode 1999-2005. Pada tahun 2012, Azim merupakan orang terkaya ke-3 di India menurut Forbes dengan total kekayaan bersih mencapai US$ 16 miliar.

 Sisi lain dari kesuksesannya sebagai pengusaha, Azim tinggal di kalangan minoritas. Selain itu, negara yang lebih dari 80% dari populasi pemeluk agama Hindu yang seringkali diwarnai antargolongan kontradiksi.
Karena itu, tidak mengherankan, kehidupan antar-agama orang-orang di negeri ini, terutama di kalangan Hindu dan Islam-selalu dibumbui rasa saling curiga.

Salah satu kunci keberhasilan Azim dalam dia tidak mencoba untuk membawa atribut agama dalam berbisnis dan mengelola perusahaannya. Semua itu dilakukan, semata-mata oleh pertimbangan ekonomi.

Contohnya, ia tidak pernah menilai dan mempromisikan 70 ribu pekerja berdasarkan agama yang mereka peluk. Bahkan di hari-hari besar agama Islam, Azim tidak pernah meliburkan karyawan.

Dalam berbagai kesempatan, Azim sendiri mengaku bahwa ia datang dari keluarga muslim yang sekuler. Ia lebih senang melihat dirinya sebagai orang India daripada orang dari keyakinan tertentu. Ia juga tak pernah menggembar-gemborkan identitasnya sebagai seorang muslim, dan perusahaannya pun hanya mempekerjakan sedikit muslim.

Azim sadar betul, itulah konsekuensi yang harus ditanggungnya ketika menjalankan bisnis di negara yang sangat rentan dengan perbedaan agama. Dirinya juga sadar betul, bahwa di negeri dengan penduduk mencapai satu miliar ini, sebagian besar dari mereka masih hidup miskin. Karena itu, ia tak mau menunjukkan kemewahan yang dimilikinya kepada publik.

Sebagai seorang miliarder, Azim tergolong sosok pengusaha yang amat bersahaja. Kemanapun ia pergi, kendaraan yang ditumpanginya hanya sedan Ford Escort produksi 1995. Bahkan tak jarang, ketika tiba di Bandara Mumbai di Bangalore, dari perjalanan ke luar negeri, ia lebih memilih naik taksi ke kantornya ketimbang dijemput kendaraan perusahaan. Ia juga menolak disediakan tempat parkir khusus bagi kendaraannya.

 Dibalik itu semua, Azim juga meyakini, bahwa orang biasa mampu melakukan hal-hal luar biasa. Nampaknya itu adalah salah satu faktor yang menyebabkan dirinya bisa memimpin perusahaannya untuk mendapat berbagai penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri.

Bermitra dengan raksasa IT
Pengusaha berambut perak ini terjun dalam dunia bisnis dimulai ketika ia harus menggantikan posisi ayahnya sebagai direktur Vanaspati, perusahaan keluarga yang bergerak di industri pertanian-khususnya minyak biji bunga matahari, yang meninggal pada tahun 1966. Saat itu, Azim masih berusia 21 tahun.

Lulusan Departemen Teknik Elektro, Universitas Stanford, Amerika Serikat ini dikenal sebagai sosok pengusaha di India yang berhasil menanamkan budaya bisnis yang dapat mengambil keuntungan dari globalisasi modern di negara ini.

Memasuki periode 1970-an, Azim pun mulai mengarahkan perusahaan keluarga itu ke bisnis teknologi. Produk perdananya adalah membuat komponen untuk mesin hidrolik. Hingga pada 1997, Azim pun perlu mengubah nama perusahaan menjadi Wipro Products Limited.


Sebagai salah seorang warga India yang sempat mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri, tampaknya, Azim memiliki visi bisnis yang cukup tajam. Ia begitu yakin bahwa di masa datang bisnis informasi teknologi akan memegang peranan penting di dunia.

Pandangannya itu akhirnya dinyatakan secara sungguh-sungguh pada 1980, bertepatan dengan strategi perusahaan yang mulai difokuskan ke bidang IT.

Di Indonesia, nama Wipro memang masih terdengar asing. Namun sesungguhnya, perusahaan ini merupakan rekanan bisnis dari berbagai perusahaan raksasa yang bergerak di bisnis informasi teknologi, seperti Sun Microsystems, General Electric, Nokia dan Motorola. Dalam kemitraan ini, Wipro memasok suku cadang dan software berbagai produk teknologi yang dipasarkan para industri raksasa itu.

Berkat kerja sama ini, tahun 2007 lalu, Wipro dinobatkan sebagai perusahaan outsourcing, khususnya di bidang informasi teknologi, terbesar di dunia. Menurut Business Week, Wipro termasuk 100 perusahaan teknologi paling terkemuka di dunia.

Di tangan pria yang kini berumur 68 tahun itu, Wipro terus saja berkibar. Tahun 2009 lalu, total pendapatan yang berhasil diraihnya mencapai US$ 3,47 miliar, dengan keuntungan bersih mencapai US$ 677 juta. Prestasi tergolong luar biasa bila dibandingkan dengan kinerja pada 2007. Ketika itu, perusahaan ini "hanya" berhasil mencatatkan pendapatan US$ 1,8 miliar dan laba bersih sebesar US$ 409 juta.

Azim juga dikenal sebagai konglomerat yang budiman. Sebagian dari keuntungan yang didapat perusahaannya, selalu disumbangkan untuk kegiatan amal. Untuk menyalurkan kegiatan sosialnya, ia mendirikan Azim Premji Foundation. Salah satu kegiatannya adalah membantu pendidikan bagi generasi muda di India.

Meski baru didirikan enYanuar Jatnika/Berbagai sumber/Dimuat di harian Jurnal Nasional, Kamis/19 September 2013.



am tahun lalu, yayasan ini telah mampu menyekolahkan tak kurang dari 1,8 juta anak di India. Azim Premji Foundation juga telah membentuk 25 organisasi sosial lainnya, yang diarahkan untuk membantu pengentasan kemiskinan di negerinya.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Shinta W Dhanuwardoyo: Sang Srikandi Dunia Maya

Ketika Shinta Witoyo Dhanuwardoyo memutuskan menjadi pengusaha di ranah industri digital 18 tahun lalu, Indonesia terbilang masih awam dengan internet. Namun, naluri membimbingnya dengan jitu. Setelah jatuh bangun belasan tahun, Shinta kini berupaya mengerek Indonesia sebagai pemain dalam peta global industri digital. Tahun 2009 lalu, Shinta masuk dalam 99 Most Powerful Women 2009 versi Majalah Globe Asia Selepas tengah hari di kantor Bubu.com di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Shinta muncul di ruang tamu dengan perbawanya yang anggun. Rangkapan atasan longgar yang dikenakannya berayun mengikuti gerak tubuhnya. Sinar wajah Shinta yang sedikit melankolik tertangkap di awal pertemuan. Namun, rona melankolik itu sontak berubah jauh lebih bersemangat ketika dirinya mulai menerangkan soal industri digital. Cara bicaranya teratur, dengan tempo sedang, dan sarat kepercayaan diri. Selepas lulus sebagai sarjana arsitektur, Shinta mengajukan diri kepada ayahnya, Edi Witoyo

Ridwan Jasin Zachrie: Segala Sesuatu Mesti Good Governance

KALAU ingin sukses dalam berkarir dan dalam kehidupan, bersikaplah dinamis, Jangan pasif dan statis. Jangan pernah berhenti berkarya dan belajar serta jangan ragu untuk berbuat hal positif. Prinsip hidup itulah yang mungkin membawa Ridwan Jasin Zachrie sukses menduduki berbagai jabatan puncak di beberapa perusahaan yang berbeda sektor bisnisnya. Sejumlah sektor bisnis pernah digeluti oleh pria pelontos ini, bahkan sempat menjadi diplomat. Pria kelahiran Jakarta, 27 April 1969 ini juga merupakan salah satu pengibar bendera Recapital. Ridwan sempat menduduki jabatan penting di Recapital Group, perusahaan investasi yang dimiliki pengusaha muda Sandiaga Salahuddin Uno dan Rosan P Roslani. Ridwan pernah menjadi komisaris di PT Asuransi Jiwa Recapital (2007-2011), hingga menjadi managing director di PT Recapital Advisors - Recapital Group (2006-2011). Sejak 2008, dia pun dipercaya menjadi salah satu komisaris di PT Recapital Securities. Ridwan juga sempat dipercaya menj

Hirotada Ototake: Tak Perlu Lahir Normal untuk Bahagia

Awal April 2016 lalu, sebuah harian di Jepang memberitakan, Hirotada Ototake siap mengikuti pemilihan anggota parlemen Jepang dari Partai Demokrat-Liberal yang berkuasa saat ini di Jepang. Bila terpilih, Ototake menjadi penyandang disabilitas pertama yang jadi anggota parlemen Jepang.  Ototake memang penyandang disabilitas. Lelaki kelahiran Shinjuku, Tokyo, Jepang, pada  6 April 1976 itu, sejak lahir mengidap Tetra Amelia Syndrome, yakni kelainan bawaan yang langka yang membuat pengidapnya tak mempunyai lengan dan kaki. Walaupun begitu, secara kapabilitas, Ototake sangat pantas masuk jadi anggota parlemen. Dalam 15 tahun terakhir ini, Ototake sukses mengukir  prestasi sebagai penyiar televisi, wartawan olahraga, penulis buku, dan motivator. Tahun 1998 lalu, ia menulis buku autobigrafi yang menceritakan tentang bagaimana perjalanan hidupnya yang tanpa lengan dan kaki mampu menjalani kehidupan normal, menjalani pendidikan di sekolah-sekolah favorit dan lantas meniti k